Kamis, 11 Agustus 2011

mbak lala istri sepupuku

Bekerja sebagai auditor di
perusahaan swasta memang sangat
melelahkan. Tenaga, pikiran,
semuanya terkuras. Apalagi kalau
ada masalah keuangan yang rumit
dan harus segera diselesaikan. Mau tidak mau, aku harus mencurahkan
perhatian ekstra. Akibat dari tekanan
pekerjaan yang demikian itu
membuatku akrab dengan
gemerlapnya dunia malam terutama
jika weekend. Biasanya bareng teman sekantor aku berkaraoke
untuk melepaskan beban. Kadang di
'Manhattan', kadang di 'White
House', dan selanjutnya, benar-
benar malam untuk menumpahkan
"beban". Maklum, aku sudah berkeluarga dan punya seorang
anak, tetapi mereka kutinggalkan di
kampung karena istriku punya
usaha dagang di sana. Tapi lama kelamaan semua itu
membuatku bosan. Ya..di Jakarta ini,
walaupun aku merantau, ternyata
aku punya banyak saudara dan
karena kesibukan (alasan klise) aku
tidak sempat berkomunikasi dengan mereka. Akhirnya kuputuskan
untuk menelepon Mas Adit,
sepupuku. Kami pun bercanda ria,
karena lama sekali kami tidak
kontak. Mas Adit bekerja di salah
satu perusahaan minyak asing, dan saat itu dia kasih tau kalau minggu
depan ditugaskan perusahaannya ke
tengah laut, mengantar logistik
sekaligus membantu perbaikan salah
satu peralatan rig yang rusak. Dan
dia memintaku untuk menemani keluarganya kalau aku tidak
keberatan. Sebenernya aku males
banget, karena rumah Mas Adit
cukup jauh dari tempat kostku Aku
di bilangan Ciledug, sedangkan Mas
Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa aku mengiyakan saja
permintaannya, karena kupikir-pikir
sekalian silaturahmi. Maklum, lama
sekali tidak jumpa. Hari Jumat minggu berikutnya aku
ditelepon Mas Adit untuk memastikan
bahwa aku jadi menginap di
rumahnya. Sebab kata Mas Adit
istrinya, Mbak Lala, senang kalau
aku mau datang. Hitung-hitung buat teman ngobrol dan teman main
anak-anaknya. Mereka berdua
sudah punya anak laki-laki dua
orang. Yang sulung kelas 4 SD, dan
yang bungsu kelas 1 SD. Usia Mas
Adit 40 tahun dan Mbak Lala 38 tahun. Aku sendiri 30 tahun. Jadi
tidak beda jauh amat dengan
mereka. Apalagi kata Mbak Lala, aku
sudah lama sekali tidak berkunjung
ke rumahnya. Terutama semenjak
aku bekerja di Jakarta ini Ya, tiga tahun lebih aku tidak berjumpa
mereka. Paling-paling cuma lewat
telepon. Setelah makan siang, aku telepon
Mbak Lala, janjian pulang bareng
Kami janjian di stasiun, karena Mbak
Lala biasa pulang naik kereta. "kalau
naik bis macet banget. Lagian sampe
rumahnya terlalu malem", begitu alasan Mbak Lala. Dan jam 17.00 aku
bertemu Mbak Lala di stasiun. Tak
lama, kereta yang ditunggu pun
datang. Cukup penuh, tapi aku dan
Mbak masih bisa berdiri dengan
nyaman. Kamipun asyik bercerita, seolah tidak mempedulikan kiri
kanan. Tapi hal itu ternyata tidak
berlangsung lama Lepas stasiun J,
kereta benar-benar penuh. Mau
tidak mau posisiku bergeser dan
berhadapan dengan Mbak Lala.
Inilah yang kutakutkan..! Beberapa kali, karena goyangan kereta, dada
montok Mbak Lala menyentuh
dadaku. Ahh..darahku rasanya
berdesir, dan mukaku berubah agak
pias. Rupanya Mbak Lala melihat
perubahanku dan –ini konyolnya- dia mengubah posisi dengan
membelakangiku. Alamaakk..
siksaanku bertambah..! Karena
sempitnya ruangan, si "itong"-ku
menyentuh pantatnya yang bulat
manggairahkan. Aku hanya bisa berdoa semoga "itong" tidak
bangun. Kamipun tetap mengobrol
dan bercerita untuk membunuh
waktu. Tapi, namanya laki-laki
normal apalgi ditambah gesekan-
gesekan yang ritmis, mau tidak mau bangun juga "itong"-ku. Makin lama
makin keras, dan aku yakin Mbak
Lala bisa merasakannya di balik rok
mininya itu. Pikiran ngeresku pun muncul,
seandainya aku bisa meremas dada
dan pinggulnya yang montok itu..
oh.. betapa nikmatnya. Akhirnya
sampai juga kami di Bekasi, dan aku
bersyukur karena siksaanku berakhir. Kami kemudian naik
angkot, dan sepanjang jalan Mbak
Lala diam saja. Sampai dirumah, kami
beristirahat, mandi (sendiri-sendiri,
loh..) dan kemudian makan malam
bersama keponakanku. Selesai makan malam, kami bersantai, dan
tak lama kedua keponakanku pun
pamit tidur. "Ndrew, Mbak mau bicara sebentar",
katanya, tegas sekali.
"Iya mbak.. kenapa", sahutku
bertanya. Aku berdebar, karena
yakin bahwa Mbak akan
memarahiku akibat ketidaksengajaanku di kereta tadi.
"Terus terang aja ya. Mbak tau kok
perubahan kamu di kereta. Kamu
ngaceng kan?" katanya, dengan
nada tertahan seperti menahan rasa
jengkel. "Mbak tidak suka kalau ada laki-laki
yang begitu ke perempuan. Itu
namanya pelecehan. Tau kamu?!"
"MMm.. maaf, mbak..", ujarku
terbata-bata.
"Saya tidak sengaja. Soalnya kondisi kereta kan penuh banget. Lagian,
nempelnya terlalu lama.. ya.. aku
tidak tahan"
"Terserah apa kata kamu, yang jelas
jangan sampai terulang lagi. Banyak
cara untuk mengalihkan pikiran ngeres kamu itu. Paham?!" bentak
Mbak Lisa.
"Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji
tidak ngulangin lagi"
"Ya sudah. Sana, kalau kamu mau
main PS. Mbak mau tidur-tiduran dulu. kalau pengen nonton filem
masuk aja kamar Mbak." Sahutnya.
Rupanya, tensinya sudah mulai
menurun. Akhirnya aku main PS di ruang
tengah. Karena bosan, aku ketok
pintu kamarnya. Pengen nonton
film. Rupanya Mbak Lala sedang
baca novel sambil tiduran. Dia
memakai daster panjang. Aku sempat mencuri pandang ke seluruh
tubuhnya. Kuakui, walapun punya
anak dua, tubuh Mbak Lala betul-
betul terpelihara. Maklumlah,
modalnya ada. Akupun segera
menyetel VCD dan berbaring di karpet, sementara Mbak Lala asyik
dengan novelnya. Entah karena lelah atau sejuknya
ruangan, atau karena apa akupun
tertidur. Kurang lebih 2 jam, dan aku
terbangun. Film telah selesai, Mbak
Lala juga sudah tidur. Terdengar
dengkuran halusnya. Wah, pasti dia capek banget, pikirku. Saat aku beranjak dari tiduranku,
hendak pindah kamar, aku
terkesiap. Posisi tidur Mbak Lala
yang agak telungkup ke kiri dengan
kaki kana terangkat keatas benar-
benar membuat jantungku berdebar. Bagaimana tidak? Di depanku
terpampang paha mulus, karena
dasternya sedikti tersingkap. Mbak
Lala berkulti putih kemerahan, dan
warna itu makin membuatku tak
karuan. Hatiku tambah berdebar, nafasku mulai memburu.. birahiku
pun timbul.. Perlahan, kubelai paha itu.. lembut..
kusingkap daster itu samapi pangkal
pahanya.. dan.. AHH.. "itong"-ku
mengeras seketika. Mbak Lala
ternyata memakai CD mini warna
merah.. OHH GOD.. apa yang harus kulakukan.. Aku hanya menelan
ludah melihat pantatnya yang
tampak menggunung, dan CD itu
nyaris seperti G-String. Aku bener-
bener terangsang melihat
pemandangan indah itu, tapi aku sendiri merasa tidak enak hati,
karena Mbak Lala istri sepupuku
sendiri, yang mana sebetulnya harus
aku temani dan aku lindungi dikala
suaminya sedang tidak dirumah. Namun godaan syahwat memang
mengalahkan segalanya. Tak tahan,
kusingkap pelan-pelan celana
dalamnya, dan tampaklah gundukan
memeknya berwarna kemerahan.
Aku bingung.. harus kuapakan.. karena aku masih ada rasa was-was,
takut, kasihan.. tapi sekali lagi
godaan birahi memang
dahsyat.Akhirnya pelan-pelan kujilati
memek itu dengan rasa was-was
takut Mbak Lala bangun. Sllrrpp.. mmffhh.. sllrrpp.. ternyata
memeknya lezat juga, ditambah
pubic hair Mbak Lala yang sedikit,
sehingga hidungku tidak geli bahkan
leluasa menikmati aroma memeknya. Entah setan apa yang menguasai
diriku, tahu-tahu aku sudah
mencopot seluruh celanaku. Setelah
"itong"-ku kubasahi dengan
ludahku, segera kubenamkan ke
memek Mbak Lala. Agak susah juga, karena posisinya itu. Dan aku hasrus
ekstra hati-hati supaya dia tidak
terbangun. Akhirnya "itongku"-ku
berhasil masuk. HH.. hangat
rasanya.. sempit.. tapi licin.. seperti
piston di dalam silinder. Entah licin karena Mbak Lala mulai horny, atau
karena ludah bekas jilatanku..
entahlah. Yang pasti, kugenjot dia..
naik turun pelan lembut.. tapi
ternyata nggak sampai lima menit.
Aku begitu terpukau dengan keindahan pinggul dan pantatnya,
kehalusan kulitnya, sehingga
pertahananku jebol. Crroott..
ccrroott.. sseerr.. ssrreett..
kumuntahkan maniku di dalam
memek Mbak Lala. Aku merasakan pantatnya sedikit tersentak. Setelah
habis maniku, pelan-pelan dengan
dag-dig-dug kucabut penisku. "Mmmhh.. kok dicabut tititnya.."
suara Mbak Lala parau karena masih
ngantuk.
"Gantian dong..aku juga pengen.."
Aku kaget bukan main. Jantungku
tambah keras berdegup. "Wah.. celaka..", pikirku.
"Ketahuan, nich.." Benar saja! Mbak
Lala mambalikkan badannya.
Seketika dia begitu terkejut dan
secara refleks menampar pipiku.
Rupanya dia baru sadar bahwa yang habis menyetubuhinya bukan Mas
Adit, melainkan aku, sepupunya.
"Kurang ajar kamu, Ndrew",
makinya.
"KELUAR KAMU..!" Aku segera keluar dan masuk kamar
tidur tamu. Di dalam kamar aku
bener-bener gelisah.. takut.. malu..
apalagi kalau Mbak Lala sampai lapor
polisi dengan tuduhan pemerkosaan.
Wah.. terbayang jelas di benakku acara Buser.. malunya aku. Aku mencoba menenangkan diri
dengan membaca majalah, buku,
apa saja yang bisa membuatku
mengantuk. Dan entah berapa lama
aku membaca, aku pun akhirnya
terlelap. Seolah mimpi, aku merasa "itong"-ku seperti lagi keenakan.
Serasa ada yang membelai. Nafas
hangat dan lembut menerpa
selangkanganku. Perlahan kubuka
mata.. dan.. "Mbak Lala..jangan", pintaku sambil
aku menarik tubuhku.
"Ndrew.." sahut Mbak Lala, setengah
terkejut.
"Maaf ya, kalau tadi aku marah-
marah. Aku bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana, ngaceng
lagi."
"Terus, Mbak maunya apa?" taku
bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi
dia marah-marah, sekarang kok..
jadi begini.. "Terus terang, Ndrew.. habis marah-
marah tadi, Mbak bersihin memek
dari sperma kamu dan disiram air
dingin supaya Mbak tidak ikutan
horny. Tapi.. Mbak kebayang-
bayang titit kamu. Soalnya Mbak belum pernah ngeliat kayak punya
kamu. Imut, tapi di meki Mbak
kerasa tuh." Sahutnya sambil
tersenyum. Dan tanpa menunggu jawabanku,
dikulumnya penisku seketika
sehingga aku tersentak dibuatnya.
Mbak Lala begitu rakus melumat
penisku yang ukurannya biasa-biasa
saja. Bahkan aku merasakan penisku mentok sampai ke
kerongkongannya. Secara refleks,
Mbak naik ke bed, menyingkapkan
dasternya di mukaku. Posisii kami
saat ini 69. Dan, Ya Tuhan, Mbak Lala
sudah melepas CD nya. Aku melihat memeknya makin membengkak
merah. Labia mayoranya agak
menggelambir, seolah menantangku
untuk dijilat dan dihisap. Tak kusia-
siakan, segera kuserbu dengan
bibirku.. "SSshh.. ahh.. Ndrew.. iya.. gitu..
he-eh.. Mmmffhh.. sshh.. aahh"
Mbak Lala merintih menahan nikmat.
Akupun menikmati memeknya yang
ternyata bener-bener becek. Aku
suka sekali dengan cairannya. "Itilnya.. dong.. Ndrew.. mm..
IYAA.. AAHH.. KENA AKU..
AMPUUNN NDREEWW.."
Mbak Lala makin keras merintih dan
melenguh. Goyangan pinggulnya
makin liar dan tak beraturan. Memeknya makin memerah dan
makin becek. Sesekali jariku
kumasukkan ke dalamnya sambil
terus menghisap clitorisnya. Tapi
rupanya kelihaian lidah dan jariku
masih kalah dengan kelihaian lidah Mbak Lala. Buktinya aku merasa ada
yang mendesak penisku, seolah mau
menyembur. "Mbak.. mau keluar nih.." kataku.
Tapi Mbak Lala tidak mempedulikan
ucapanku dan makin ganas
mengulum batang penisku. Aku
makin tidak tahan dan.. crrootts..
srssrreett.. ssrett.. spermaku muncrat di muutu Mbak Lala. Dengan
rakusnya Mbak Lala mengusapkan
spermaku ke wajahnya dan menelan
sisanya. "Ndrewww.. kamu ngaceng terus
ya.. Mbak belum kebagian nih.."
pintanya.
Aku hanya bisa mmeringis menahan
geli, karena Mbak Lala melanjutkan
mengisap penisku. Anehnya, penisku seperti menuruti kemauan
Mbak Lala. Jika tadi langsung lemas,
ternyata kali ini penisku dengan
mudahnya bangun lagi. Mungkin
karena pengaruh lendir memek
Mbak Lala sebab pada saat yang sama aku sibuk menikmati itil dan
cairan memeknya, aku jadi mudah
terangsang lagi. Tiba-tiba Mbak Lala bangun dan
melepaskan dasternya.
"Copot bajumu semua, Ndrew"
perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan
terperangah melihat pemandangan indah di depanku. Buah dada itu
membusung tegak. Kuperkirakan
ukurannya 36B. Puting dan
ariolanya bersih, merah kecoklatan,
sewarna kulitnya. Puting itu benar-
benar tegak ke atas seolah menantang kelelakianku untuk
mengulumnya. Segera Mbak Lala
berlutut di atasku, dan tangannya
membimbing penisku ke lubang
memeknya yang panas dan basah.
Bless.. sshh.. "Aduhh.. Ndrew.. tititmu keras
banget yah.." rintihnya.
"kok bisa kayak kayu sih..?"
Mbak Lala dengan buasnya
menaikturunkan pantatnya, sesekali
diselingi gerkan maju mundur. Bunyi gemerecek akibat memeknya yang
basah makin keras. Tak kusia-siakan,
kulahap habis kedua putingnya
yang menantang, rakus. Mbak Lala
makin keras goyangnya, dan aku
merasakan tubuh dan memeknya makin panas, nafasnya makin
memburu. Makin lama gerakan
pinggul Mbak Lala makin cepat,
cairan memeknya membanjir,
nafasnya memburu dan sesaat
kurasakan tubuhnya mengejang.. bergetar hebat.. nafasnynya
tertahan. "MMFF.. SSHSHH.. AAIIHH..
OUUGGHH.. NDREEWW.. MBAK
KELUAARR.. AAHHSSHH.."
Mbak Lala menjerit dan mengerang
seiring dengan puncak kenikmatan
yang telah diraihnya. Memeknya terasa sangat panas dan gerakan
pinggulnya demikian liar sehingga
aku merasakan penisku seperti
dipelintir. Dan akhirnya Mbak Lala
roboh di atas dadaku dengan
ekspresi wajah penuh kepuasan. Aku tersenyum penuh kemenangan
sebab aku masih mampu bertahan.. Tak disangka, setelah istirahat
sejenak, Mbak Lala berdiri dan
duduk di pinggir spring bed. Kedua
kakinya mengangkang,
punggungnya agak ditarik ke
belakang dan kedua tangannya menyangga tubuhnya.
"Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil
Mbak kok rasanya kenceng lagi.."
pintanya setengah memaksa.
Apa boleh buat, kuturuti
kemauannya itu. Perlahan penisku kugosok-gosokkan ke bibir memek
dan itilnya. Memek Mbak Lala mulai
memerah lagi, itilnya langsung
menegang, dan lendirnya tampak
mambasahi dinding memeknya.
"SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail banget siicchh.. oohh.." rintihnya.
"Masukin aja, yang.. jangan siksa
aku, pleeaassee.." rengeknya. Mendengar dia merintih dan
merengek, aku makin bertafsu.
Perlahan kumasukkan penisku yang
memang masih tegak ke memeknya
yang ternyata sangat becek dan
terasa panas akibat masih memendam gelora birahi. Kugoyang maju
mundur perlahan, sesekali dengan
gerakan mencangkul dan memutar.
Mbak Lala mulai gelisah, nafasnya
makin memburu, tubuhnya makin
gemetaran. Tak lupa jari tengahku memainkan dan menggosok
clitorisnya yang ternyata benar-
benar sekeras dan sebesar kacang.
Iseng-iseng kucabut penisku dari
liang surganya, dan tampaklah
lubang itu menganga kemerahan.. basah sekali.. Gerakan jariku di itilnya makin
kupercepat, Mbak Lala makin tidak
karuan gerakannya. Kakinya mulai
kejang dan gemetaran, demikian
pula sekujur tubuhnya mulai
bergetar dan mengejang bergantian. Lubang memek itu makin becek,
terlihat lendirnya meleleh dengan
derasnya, dan segera saja kusambar
dengan lidahku.. direguk habis
semua lendir yang meleleh. Tentu
saja tindakanku ini mengagetkan Mbak Lala, terasa dari pinggulnya
yang tersentak keras seiring dengan
jilatanku di memeknya. Kupandangi memek itu lagi, dan aku
melihat ada seperti daging
kemerahan yang mencuat keluar,
bergerinjal berwarna merah seolah-
olah hendak keluar dari memeknya.
Dan nafas Mbak Lala tiba-tiba tertahan diiringi pekikan kecil.. dan
ssrr.. ceerr.. aku merasakan ada
cairan hangat muncrat dari
memeknya. "Mbak.. udah keluar?", tanyaku.
"Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang..
masukin kontol kamu.. aku hampir
sampaaii.." erangnya.
Rupanya Mbak Lala sampai
terkencing-kencing menahan nikmat. Akibat pemandangan itu aku merasa
ada yang mendesak ingin keluar dari
penisku, dan segera saja kugocek
Mbak Lala sekuat tenaga dan secepat
aku mampu, sampai akhirnya.. "NDREEWW.. AKU KELUAARR..
OOHH.. SAYANG.. MMHH..
AAGGHH.. UUFF..", Mbak Lala
menjerit dan mengerang tidak
karuan sambil mengejang-ngejang.
Bola matanya tampak memutih, dan aku merasa jepitan di penisku begitu
kuat. Akhirnya bobol juga
pertahananku.. "Mbak.. aku mau muncrat nich.."
kataku.
"Keluarin sayang.. ayo sayang,
keluarin di dalem.. aku pengen
kehangatan spermamu sekali lagi.."
pintanya sambil menggoyangkan pinggulnya, menepuk pantatku dan
meremas pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott..
jrroott.. srroott..
"Mbaakk.. MBAAKK.. OOGGHH..
AKU MUNCRAT MBAAKK.." aku berteriak.
"Hmm.. ayo sayang.. keluarkan
semua.. habiskan semua.. nikmati,
sayang.. ayo.. oohh.. hangat..
hangat sekali spermamu di rahimku..
mmhh.." desah Mbak Lala manja menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh
moleknya dengan nafas satu dua.
Benar-benar malam jahanam yang
melelahkan sekaligus malam surgawi. "Ndrew, makasih ya.. kamu bisa
melepaskan hasratku.." Mbak Lala
tersenyum puas sekali..
"He-eh.. Mbak.. aku juga.." balasku.
"Aku juga makasih boleh menikmati
tubuh Mbak. Terus terang, sejak ngeliat Mbak, aku pengen
bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku
sadar itu tak mungkin terjadi.
Gimana dengan keluarga kita kalau
sampai tahu."
"Waahh.. kurang ajar juga kau ya.." kata Mbak Lala sambil memencet
hidungku.
"Aku tidak nyangka kalau adik
sepupuku ini pikirannya ngesex
melulu. Tapi, sekarang impian kamu
jadi kenyataan kan?" "Iya, Mbak. Makasih banget.. aku
boleh menikmati semua bagian tubuh
Mbak." Jawabku.
"Kamu pengalaman pertamaku,
Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama
kali Mbak bersetubuh dengan laki- laki selain Mas Adit. tidak ada yang
aneh kok. Titit Mas Adit jauh lebih
besar dari punya kamu. Mas Adit
juga perkasa, soalnya Mbak berkali-
kali keluar kalau lagi join sama
masmu itu" sahutnya. "Terus, kok keliatan puas banget?
Cari variasi ya?" aku bertanya.
"Ini pertama kalinya aku sampai
terkencing-kencing menahan
nikmatnya gesekan jari dan tititmu
itu. Suer, baru kali ini Mbak sampai pipisin kamu segala. Kamu nggak
jijik?"
"Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus
jijik? Justru aku makin horny.." aku
tersenyum. Kami berpelukan dan akhirnya
terlelap. Kulihat senyum tersungging
di bibir Mbak Lalaku tersayang.. Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar