Kamis, 11 Agustus 2011

sepupuku endang

Kenalkan, nama saya Boy, teman-
teman biasa memanggilku Mas Boy.
Saya seorang pemuda berusia 25
tahun dengan tinggi badan 170 cm
dan berat 55 kg. Meski usia saya kini
sudah seperempat abad, namun pengetahuan saya dalam dunia
percintaan masih sangat minim dan
belum punya banyak pengalaman
yang layak dibanggakan
sebagaimana layaknya anak muda
jaman sekarang. Sekarang saya sedang bekerja pada
sebuah perusahaan swasta yang
bergerak di bidang jasa. Sebut saja
nama perusahaan itu adalah
Sepinggan tours and travel service.
Jarak kantor itu sekitar 5 km dari tempat tinggal saya. Kini saya tinggal dengan Om saya,
saya biasa memanggilnya om Rudy,
ia adalah adik kandung dari Ibu
saya). Om Rudy sehari-hari bekerja
sebagai Kepala sekolah di sebuah
SMK Negeri yang cukup terkenal di kota kami, sementara tante saya,
sebut saja namanya tante Rini
bekerja sebagai perawat di sebuah
RS swasta. Kedua anaknya (sepupu
saya) tinggal kost di kota lain karna
mereka tidak mau kuliah di kota kami (entah karena alasan apa).
Sejak kedua anaknya kuliah dan
tinggal di kota lain, om dan tante
saya hanya tinggal bertiga dengan
seorang pembantu. Sekitar dua bulan kemudian Om
Rudy mengajak saya agar saya
tinggal bersama mereka, dengan
alasan daripada saya harus kost di
luar, lebih baik saya tinggal di rumah
om saya saja karena di rumahnya ada kamar yang kosong, kata om
Rudy memberi alasan. Sejak saat itu
jumlah penghuni rumah bertambah
satu orang. Sebulan kemudian, tante
Rini membawa keponakannya ke
rumah, jadi sekarang ada lima orang yang tinggal di rumah itu. Sejak
kedatangan keponakan tante Rini,
suasana jadi kembali ramai, tidak
seperti dulu lagi ketika belum ada
keponakan. Nama keponakan tante
Rini adalah Endang, usianya 15 tahun, ia sudah duduk di kelas dua
SMKK Negeri. Endang adalah
seorang gadis yang cantik, cerdas,
rajin dan baik hati pada semua
orang. Suatu ketika, om Rudy dan tante Rini
pergi menghadiri acara perpisahan
siswa kelas II di sekolah tempat om
saya bekerja. Ia sempat mengajak
saya, namun saya menolak dengan
alasan saya agak lelah, lalu tante Rini mengajak Endang, namun Endang
juga menolak dengan alasan Endang
lagi ada tugas dari sekolah yang
harus diselesaikan malam itu juga
karena besok tugas itu sudah harus
dikumpulkan. Sebelum om dan tante meninggalkan rumah, mereka tidak
lupa berpesan agar kami berdua
berhati-hati, karena sekarang
banyak maling yang pura-pura
datang sebagai tamu, namun
ternyata sang tamu tiba-tiba merampok setelah melihat situasi
yang memungkinkan. Setelah selesai
berpesan, om dan tante pun pergi
sambil menyuruh saya menutup
pintu. Sejak kepergian om dan tante saya,
rumah jadi hening, kini hanya ada
suara TV, namun sengaja saya
kecilkan volumenya karena Endang
sedang belajar. Saya hanya duduk
di ruang depan menonton sebuah sinetron yang ditayangkan salah satu
stasiun TV swasta. Saya sempat
menyaksikan adegan panas seorang
lelaki paruh baya yang sedang asyik
berselingkuh dengan seorang gadis
yang ternyata teman sekantornya sendiri. Karena terlalu asyiknya saya
nonton TV, sehingga saya sangat
kaget ketika sebuah tangan
menepuk pundak saya. Setelah saya
lihat ternyata Endang, ia tersenyum
manis sambil menarik lenganku dengan manja menuju kamarnya.
Saya jadi deg-degan setelah melihat
penampilannya, ternyata ia hanya
mengenakan celana pendek ketat
warna coklat muda dengan kaos
orangenya yang super ketat, sehingga lekuk-lekuk tubuhnya
tampak begitu jelas. Sejenak saya terpana melihat
tubuhnya yang nyaris sempurna.
Saya amati pinggangnya bagai gitar
spanyol dengan paha yang
kencang, mulus, dan bersih. Selain
itu juga tampak buah dadanya sangat menantang. Sepertinya
ukuran BH-nya 34B. Pemandangan
itu sempat mengundang pikiran jahat
saya. Bagaimana rasanya kalo saya
menikmati tubuhnya yang nyaris
sempurna itu. Namun saya berusaha menyingkirkan pikiran itu karena
saya pikir bahwa dia adalah sepupu
ipar saya, tinggal serumah dengan
saya dan saya pun menganggapnya
sudah seperti adik kandung saya
sendiri. "Ada apa sih? Kok kamu mengajak
saya masuk ke kamar kamu?"
kataku agak bingung sambil
berusaha melepaskan tangan saya.
Sebenarnya bukan karena saya
menolak tetapi hanya karena grogi saja. Maklum saya belum pernah
masuk ke kamar Endang
sebelumnya.
"Kak, Endang mau minta tolong nih!"
katanya sambil menatapku manja.
"Kakak mau ngga membantu saya menyelesaikan tugas ini, soalnya
besok udah harus dikumpul." kata
dia setengah merengek.
"Oh, maksudnya kamu mau minta
tolong agar saya membantu kamu
mengerjakan tugas itu? Okelah. Saya akan membantumu dengan
senang hati, saya kan sudah berjanji
untuk selalu menolongmu." kataku
mantap.
"Asyik, makasih ya kak." kata
Endang sambil menciumku. Kontan saya merasa tersengat aliran
listrik karena meskipun umur sudah
25 tahun, saya belum pernah
mendapat ciuman seperti itu dari
seorang gadis, apalagi ciuman itu
datangnya dari gadis secantik Endang. Saya pun segera
membantunya sambil sesekali curi
padang padanya, namun sepertinya
ia tidak menyadari kalau saya
memperhatikanya. Setelah kami mengerjakan tugas itu
sekitar 30 menit, tiba-tiba Endang
berhenti mengerjakan tugas itu. Ia
mengeluh sambil memegangi
keningnya.
"Kak, Endang pusing nih, boleh ngga kakak pijitin kepala Endang?"
katanya sambil merapatkan
badannya ke dada saya.
Sempat saya merasakan gesekan dari
payudaranya yang cukup kencang
namun terasa lembut. "Emang kenapa kok Endang tiba-
tiba pusing?" tanya saya agak heran.
"Ayo kak, tolong pijatin donk,
kepala Endang pening!"
"Oke, dengan senang hati lagi."
kataku penuh antusias. Saya lalu mulai menekan-nekan
keningnya dengan tangan kiri saya
dan tangan kanan. Saya menahan
lehernya agar badannya tidak
bergoyang. Sesekali saya juga
mengelus pundaknya yang putih bersih.
"Kak, belakang leher Endang juga
kak, soalnya leher Endang agak
kaku nih." katanya sambil menuntun
tangan saya pada lehernya.
Setelah saya memijatnya sekitar lima menit, ia lalu berdiri sambil menarik
tangan saya.
Katanya, "Kak, Endang baring di
ranjang aja ya? Biar pijitnya
gampang."
"Terserah Endang ajalah." kata saya sambil mengikutinya dari belakang.
Lagi-lagi saya terkesima melihat
pinggulnya yang sungguh aduhai. Ia lalu berbaring telungkup di atas
ranjang sambil menyuruh saya
memijat leher dan punggungnya.
Sesekali saya melihat dia
menggerakkan tubuhnya, entah
karena sakit atau karena geli. Saya tidak tahu pasti, yang jelas saya juga
sangat senang memijat
punggungnya yang sangat seksi. Entah karena gerah atau bagaimana,
tiba-tiba saja ia bangun.
Katanya, "Kak, Endang buka baju
saja ya? Sekalian pakai balsem biar
cepat sembuh."
"Mungkin Endang masuk angin." katanya sambil melepaskan kaosnya,
lalu kembali berbaring di depan saya.
Saya terkesima melihat kulit
tubuhnya yang kuning langsat.
Dalam hati saya berpikir alangkah
bahagianya saya kalau kelak mempunyai istri secantik Endang.
Saya terus memijatnya dengan
lembut. Sesekali saya memutar-mutar
jari-jari saya di tepi rusuknya. Setiap
saya meraba sisi rusuknya, ia kontan
menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Kadang juga
pinggulnya ditarik. Maklum, ia belum
terbiasa disentuh laki-laki. Saya juga
sudah mulai merasakan penis saya
mulai bergerak-gerak dan kini sudah
semakin tegang. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya
menghadap ke arah saya.
Katanya, "Kak, Endang buka aja BH-
nya ya kak? Soalnya gerah nih."
"Terserah Endang lah." kata saya.
Kini kami saling berhadap-hadapan, ia berbaring menatap ke arah
pandangan saya dan saya berlutut di
samping kanannya. Dia hanya
tersenyum manja, saya pun
membalas senyumanya dengan
senyuman yang entah seperti apa modelnya, soalnya saya sudah tidak
konsen lagi karena nafas saya sudah
mulai tidak menentu. Sepertinya
nafas Endang juga sudah mulai tidak
terkendali, saya melihat bukitnya
yang nampak berdiri kokoh dengan pucuk warna merah jambu kini
sudah mulai turun naik. Saya sempat grogi dibuatnya,
bagaimana tidak, selama ini saya
belum pernah melihat pemandangan
seindah ini. Di depan saya kini
tergeletak seorang gadis yang
tubuhnya begitu memabukkan dengan desahan nafas yang
membuat batang kejantanan saya
sudah berdenyut-denyut. Seakan-
akan penis saya mau lompat
menerjang tubuh Endang yang
terbaring mengeliat-geliat, sungguh darah muda saya mulai berdesir
kencang. Kini saya mulai merasakan
detak jantung saya sudah tidak
beraturan lagi. "Kenapa kak?" katanya sambil
tersenyum manja.
"Ngga, ngga papa kok." kata saya
agak grogi.
"Sudahlah, ayo Kak pijitnya yang
agak keras dikit." "Iya, iya" jawab saya.
Saya lalu mulai mengelus-elus
perutnya yang putih bersih itu,
tanpa sengaja saya menyenggol
gundukan di dadanya.
"Ahh.." katanya sambil menggeliatkan tubuhnya.
Saya dengan cepat memindahkan
tangan, tetapi ia kembali
menariknya."Tidak apa-apa kak,
terusin saja." katanya.
Wah, benar-benar malam ini adalah malam yang sangat menyenangkan
bagi saya karena tidak pernah
terlintas di dalam pikiran saya akan
mendapat kesempatan seperti ini.
Kesempatan untuk mengelus-elus
tubuh Endang yang sangat meransang.
"Saya tidak boleh melewatkan
kesempatan sebaik ini," kata saya
dalam hati. Kini Endang semakin merasakan
rabaan jari-jari saya, saya melihat
dari desahan nafasnya dan dari
tubuhnya yang sudah mulai hangat.
Entah setan apa yang membuat
Endang lupa diri, dia tiba-tiba menarik wajah saya, lalu
mengusapnya dengan jari-jarinya
yang lembut dan mulai mencium dan
menggigit bibir saya. Saya hanya
pasrah dan terus terang saya juga
sebenarnya sangat menginginkanya, namun selama ini saya pendam saja
karena saya menghargainya dan
menganggapnya sebagai adik saya
sendiri. Tetapi saat ini pikiran itu telah
sirna dari kepala saya yang dialiri
oleh gelora darah muda saya yang menggelora. Ia terus mencium saya
dan kini ia melepaskan kaos yang
saya pakai lalu membuangnya di
samping ranjang. "Endang, ada apa ini?" tanya saya
setengah tidak percaya dengan apa
yang sedang ia lakukan.
Tetapi ia tidak memperdulikan kata-
kata saya lagi. Melihat gelagat
Endang yang sudah di luar batas kendali itu, saya pun tidak mau
tinggal diam. Saya mulai membalas
ciumannya, melumat bibirnya dan
menghisap lehernya yang putih
bersih. Saya merasakan penis saya
semakin keras dan berdenyut- denyut. Endang terus mencium bibir
saya dengan nafas tersengal-sengal.
Saya pun tidak mau kalah, saya
mulai meremas-remas payudaranya
yang masih kencang dan
menantang. Kini saya mulai mengisap pucuknya.
"Achh.." ia menggeliat. Saya melihat Endang semakin
menikmati perbuatannya. Sesekali ia
menggerakkan pinggulnya ke kiri
dan ke kanan sambil mendesah
nikmat. Endang melihat penis sudah
mendongkrak celana pendek saya, ia lalu menyelipkan tangannya ke
dalam CD saya dan ia kini sudah
menggenggam penis saya yang
berdiri tegak dengan otot-otot yang
berwarna kebiruan. Ia lalu menarik
celana pendek dan CD saya dan kemudian melemparkannya ke lantai. Ia kembali menangkap penis saya
dan mengocoknya dengan jari-
jarinya yang lembut. "Aachh..
achh.." benar-benar nikmat rasanya.
Saya merasakan penis saya semakin
tegang dan semakin panjang. Ia terus mempermainkan milik saya
yang sudah berdenyut-denyut dan
mulai mengeluarkan cairan bening.
Saya pun tidak mau ketinggalan.
Saya lalu menyelipkan jari-jari saya
ke selangkangannya. Saya merasakan lubang kemaluannya
sudah hangat dan sudah sangat
basah dengan cairan warna bening
mengkilat. Rupanya ia sudah benar-
benar sangat terangsang dengan
permainan kami. Dengan nafas yang tersengal-sengal,
saya lalu melorotkan celana Endang
lalu meremas-remas pahanya yang
putih mulus dan masih kencang.
Saya tidak sanggup lagi menahan
nafsu saya yang sudah naik ke ubun-ubun saya. Dengan sekali
tarik, saya berhasil melepaskan CD-
nya Endang. Kini ia benar-benar
bugil. Saya sejenak terpana
menyaksikan tubuhnya yang kini
tanpa sehelai benang, dengan kulit kuning langsat, halus, bersih dan
bentuk badan yang sangat seksi
sungguh nyaris sempurna. Saya benar-benar tidak tahan
melihat vaginya yang ditumbui
rambut tipis dan halus dengan
bentuknya yang mungil berwarna
coklat agak kemerah-merahan.
Kembali penis saya berdenyut- denyut, seakan meronta-ronta ingin
menerjang lubang nikmat Endang
yang masih terkatup rapat. Saya
sangat gemas melihat liang
kemaluannya dan kini saya mulai
mengusap-usap bibirnya dan meremas klitorisnya. Lubang nikmat
Endang sudah sangat basah. Saya
melihat Endang semakin terlelap
dalam nafsunya. Ia hanya
mengerang nikmat.
"Achh.. achh.. ohh.. ohh.." Saya terus menjilat klitorisnya. Ia
hanya mendesah, "Achh.. achh.."
sambil menarik-narik pinggulnya. "Kak, ayo masukin kak!" sambil
menarik penis saya menuju bibir
kemaluannya.
"Oke sayang," lalu saya membuka
kakinya.
Kemudian saya melipat kakinya dan menyuruhnya supaya ia membuka
pahanya agak lebar. Saya lalu
menarik pantat saya dan
merapatkannya pada selangkangan
Endang. Ia dengan cekatan meraih
batang kemaluan saya lalu menempelkannya di bibir
kemaluanya yang masih sangat rapat
namun sudah basah dengan cairan
lendirnya.
"Pelan-pelan ya kak, Endang belum
biasa." "Iya sayang," kata saya sambil
mengecup bibirnya yang merekah
basah. Saya kemudian mendorongnya
pelan-pelan.
"Achh.. sakit kak."
"Tahan sayang."
Saya lalu kembali mendorongnya
pelan-pelan dan kini batang saya sudah bisa masuk setengahnya.
Endang hanya menggeliat dan
menggigit bibirnya. Saya terus
mendorongnya sambil memeluk
tubuhnya. Sesekali saya
menyentaknya agak keras. "Achhkk.. sakit kak, pelan-pelan
donk!" memang kelaminnya masih
sangat rapat, maklum ia masih
perawan.
"Tahan ya sayang," saya mencoba
menenangkannya sambil memegang pinggulnya erat-erat.
"Akk.." Endang meringis keras.
Ia memukul dada saya dengan keras
sambil menarik pantatnya.
"Sakit kak, sakitt.." Saya merasakan batang kejantanan
saya menembus sesuatu yang kenyal
dalam lubang kenikmatan Endang.
Rupanya batang saya telah berhasil
menembul selaput daranya. Dari
liang sorga Endang tampak mengalir darah segar. Saya terus
menggoyang-goyangkan pinggul
saya maju mundur sambil menciumi
bibirnya dan meremas-remas
gunungnya yang sangat menantang
itu. Sesekali saya melihat dia merapatkan kedua pahanya sambil
mengigit bibirnya. Benar-benar milik
Endang sungguh nikmat, saya
merasakan vaginanya semakin basah
dan licin, namun tetap saya
merasakan kejantanan saya terjepit dan kadang seperti dihisap oleh
vaginanya Endang. Kini saya merasakan batang
kemaluan saya sudah berdenyut-
denyut sepertinya ingin
memuntahkan sesuatu, namun saya
tetap menahannya dengan
mengurangi irama permainan saya. "Terus kak, terus.." ia menggeliat.
Saya melihat kedua kakinya
mengejang. Gerakan saya kembali
saya pacu, membuat payudaranya
agak bergoyang dan sepertinya
semakin membesar berwarna kemerah-merahan.
"Achh.. achh.. Kak cepat kak, cepat
kak." sambil menggeliat.
Ia merapatkan pahanya. Dia mulai
menggerak-gerakkan tangannya
mencari pegangan. Akhirnya ia memelukku dengan erat dan
mengangkat kedua kakinya. Sambil
menggigit bibirnya, ia memejamkan
matanya. Saya merasakan kalau kini
badannya sudah kaku dan hangat.
Akhirnya Endang memelukku erat- erat dan mengangkat pantatnya
sambil berteriak."Achhkk.." Saya merasakan badannya bergetar
dan sepertinya ada sesuatu yang
hangat menyentuh batang
kejantanan saya, rupanya Endang
sudah orgasme. Saya semakin tidak
kuat menahan denyutan dari buah kejantanan saya, akibat kenikmatan
yang diberikan Endang sangat luar
biasa, batang saya semakin
berdenyut-denyut dan kini saya
benar-benar tidak sanggup lagi
menahannya. Lalu saya mempercepat gerakan saya dan
mendorong penis saya lebih dalam
lagi sambil menarik tubuh Endang
dengan erat ke dalam pelukan saya.
Saya merasakan kenikmatan yang
sangat dahsyat itu. Kini semuanya mengaliri dan menggetarkan seluruh
tubuh saya mulai dari ubun-ubun
sampai ujung kaki saya.
Akhirnya, "Srett.. srett.. srett.." Kejantanan saya mengeluarkan
cairan hangat dalam lubang
kemaluan Endang. Saya sempat
bingung dan takut karena telah
menikmati tubuh Endang secara
tidak sah. Namun rasa nikmat itu lebih dahsyat sehingga pikiran itu
segera sirna. Saya hanya tersenyum
lalu mengecup bibir Endang dan
mengucapkan terima kasih pada
Endang. Tampak tubuh Endang
basah dengan keringatnya tetapi terlihat wajahnya berseri-seri karena
puas. Endang hanya merapatkan
kedua tangannya ke sisi tubuhnya.
Ketika saya mencabut batang
kejantanan saya dari vaginanya ia
hanya tersenyum saja. Astaga, saya melihat di sprey Endang terdapat
bercak darah. Tetapi segera Endang
bangun dan menenangkan saya.
"Tenang mas, nanti saya cuci, tak
akan ada yang mengetahuinya."
katanya sambil meletakkan jarinya di kedua bibir saya. Kami berdua lalu menuju ke kamar
mandi. Di situ kami masih sempat
melakukannya sekali lagi, lalu
akhirnya kami kembali mandi dan
kembali ke kamarnya Endang.
Setelah saya mengambil baju dan celana, saya pun menuju ruang
tamu. Tidak lama kemudian keluarlah
Endang dari kamarnya lalu
mengajak saya makan malam
berdua. Katanya, ia sengaja duluan
makan karena tidak ingin bertemu dengan om dan tante malam ini.
Mungkin Endang malu dan takut
kalau perbuatan kami ketahuan.
Setelah makan, ia kembali ke
kamarnya. Entah ia tidur atau
belajar, saya tidak tahu pasti. Tidak lama kemudian, om dan tante
saya datang. Mereka menceritakan
keadaan pesta itu yang katanya
cukup ramai dibanding tahun lalu
karena tahun ini siswanya lulus 100
persen dengan nilai tertinggi di kota kami. Om saya menanyakan
Endang, tetapi saya katakan
mungkin ia sudah tidur sebab tadi
setelah makan ia sempat mengatakan
kepada saya bahwa ia agak lelah.
Om saya hanya menggangguk lalu menuju kamarnya, katanya ia juga
sudah makan dan kini ia pun ingin
istirahat. Saya tersenyum puas dan kembali
menonton sebentar, lalu masuk
kamar saya. Di dalam kamar, saya
tidak bisa tidur membayangkan
kejadian yang baru saja terjadi
beberapa jam yang lalu. Malam ini saya sangat senang karena telah
merasakan sesuatu yang tidak
pernah saya rasakan sebelumnya
dan pengalaman yang sangat manis
ini tentu tidak akan pernah saya
lupakan sepanjang hidup saya. Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar